Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memantau kadar fenitoin, obat antiepilepsi, dalam plasma dan saliva pada penderita epilepsi yang dirawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Sebanyak 30 pasien dengan diagnosis epilepsi diambil sebagai sampel penelitian. Pemantauan dilakukan dengan mengambil sampel darah dan saliva pasien pada beberapa interval waktu setelah pemberian obat. Metode kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) digunakan untuk mengukur kadar fenitoin dalam plasma dan saliva, yang kemudian dibandingkan untuk mengetahui korelasi antara kedua media biologis tersebut.

Pemilihan metode HPLC didasarkan pada sensitivitas dan spesifisitasnya yang tinggi dalam mendeteksi kadar fenitoin di kedua cairan tubuh. Analisis dilakukan pada kondisi steady-state, di mana pasien telah mendapatkan dosis fenitoin yang stabil, sehingga memudahkan interpretasi hasil dan penentuan dosis yang optimal.

Hasil Penelitian Farmasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fenitoin dalam saliva berkorelasi cukup baik dengan kadar fenitoin dalam plasma. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa kadar fenitoin dalam saliva berkisar antara 70% hingga 85% dari kadar plasma. Variasi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti usia, berat badan, dan fungsi metabolik pasien. Selain itu, ditemukan bahwa pada beberapa pasien, kadar fenitoin dalam plasma mencapai batas terapetik, sementara kadar dalam saliva menunjukkan nilai yang lebih rendah.

Penelitian ini mengindikasikan bahwa saliva dapat digunakan sebagai media alternatif untuk pemantauan kadar fenitoin pada pasien epilepsi, terutama dalam kondisi di mana pengambilan darah tidak memungkinkan atau sulit dilakukan. Namun, studi lebih lanjut diperlukan untuk memperkuat korelasi ini dan memastikan akurasi metode saliva dalam berbagai kondisi klinis.

Diskusi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemantauan kadar fenitoin dalam saliva bisa menjadi alternatif yang lebih sederhana dan kurang invasif dibandingkan pengambilan sampel darah. Meskipun kadar fenitoin dalam saliva sedikit lebih rendah dibandingkan dalam plasma, korelasi yang cukup tinggi antara keduanya menunjukkan potensi penggunaan saliva dalam pemantauan terapi epilepsi. Kelebihan metode ini terletak pada kenyamanan pasien, terutama bagi mereka yang sulit dilakukan venipuncture secara berkala.

Namun, faktor-faktor seperti metabolisme individu, kondisi mulut, dan kebersihan oral dapat mempengaruhi kadar fenitoin dalam saliva. Oleh karena itu, perlu adanya standar yang jelas mengenai prosedur pengambilan sampel saliva untuk meminimalkan variasi yang tidak diinginkan.

Implikasi Farmasi Penelitian ini memberikan implikasi penting bagi farmasi klinis, terutama dalam hal pemantauan terapeutik obat (TDM) untuk pasien epilepsi. Pemantauan kadar fenitoin merupakan langkah penting untuk mencegah efek toksik atau subterapeutik yang dapat terjadi akibat variabilitas dalam metabolisme obat. Dengan adanya alternatif pengukuran melalui saliva, farmasis klinis dapat menawarkan pilihan yang lebih nyaman dan non-invasif kepada pasien, khususnya anak-anak atau pasien dengan akses vena yang sulit.

Selain itu, penggunaan saliva sebagai alternatif juga memungkinkan pemantauan lebih sering tanpa mengganggu kenyamanan pasien, yang dapat membantu dalam menyesuaikan dosis dengan lebih cepat jika diperlukan.

Interaksi Obat Fenitoin dikenal memiliki banyak interaksi obat karena kemampuannya untuk menginduksi enzim-enzim hati, terutama CYP450. Interaksi ini dapat memengaruhi metabolisme obat lain yang digunakan oleh pasien epilepsi, seperti antidepresan, antibiotik, atau antikoagulan. Dengan memantau kadar fenitoin secara teratur, interaksi obat yang tidak diinginkan dapat diantisipasi dan dosis dapat disesuaikan dengan tepat.

Penggunaan saliva sebagai media pemantauan juga memungkinkan deteksi interaksi obat dengan lebih cepat, sehingga farmasis dapat mengidentifikasi perubahan kadar fenitoin akibat interaksi dengan obat lain tanpa harus menunggu pengambilan darah.

Pengaruh Kesehatan Pemantauan kadar fenitoin yang tepat sangat penting dalam mengelola kesehatan pasien epilepsi, karena kadar yang terlalu rendah dapat menyebabkan kekambuhan serangan epilepsi, sedangkan kadar yang terlalu tinggi dapat menyebabkan toksisitas, termasuk efek samping seperti nistagmus, ataksia, atau bahkan kerusakan hati. Dengan pemantauan yang lebih mudah melalui saliva, risiko terjadinya efek samping atau kekambuhan epilepsi dapat diminimalkan, sehingga pasien bisa mendapatkan manfaat maksimal dari terapi fenitoin.

Pemantauan saliva juga dapat membantu memastikan bahwa pasien mencapai kadar fenitoin yang stabil tanpa harus mengalami fluktuasi yang signifikan, yang sering kali menjadi penyebab masalah kontrol kejang yang buruk.

Kesimpulan Penelitian ini berhasil menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kadar fenitoin dalam plasma dan saliva, yang membuka peluang penggunaan saliva sebagai media alternatif untuk pemantauan terapeutik. Meskipun pengukuran saliva cenderung sedikit lebih rendah dibandingkan plasma, metode ini tetap bisa digunakan dalam kondisi klinis tertentu, terutama ketika pengambilan darah sulit dilakukan.

Kesimpulan penting lainnya adalah bahwa penggunaan saliva dalam pemantauan kadar fenitoin dapat memberikan kenyamanan lebih bagi pasien tanpa mengurangi efektivitas pemantauan terapi. Pengembangan metode ini diharapkan dapat membantu dalam optimalisasi dosis fenitoin pada pasien epilepsi.

Rekomendasi Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlunya dilakukan studi lanjutan untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi korelasi antara kadar fenitoin dalam plasma dan saliva, termasuk pengaruh faktor individu seperti usia, diet, dan kondisi kesehatan lainnya. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk memastikan konsistensi metode saliva dalam berbagai populasi pasien.

Selain itu, edukasi kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai pentingnya pemantauan kadar fenitoin yang teratur harus ditingkatkan untuk mencegah risiko kekambuhan atau toksisitas. Pengembangan panduan pemantauan berbasis saliva yang terstandar juga disarankan untuk memastikan keakuratan hasil dalam praktik klinis

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *